Pemilihan umum raya atau disingkat Pemira merupakan salah satu sarana demokrasi yang dilakukan untuk memilih pemimpin dalam organisasi mahasiswa. Proses penyelenggaraan Pemira FTP UNEJ dalam 2 tahun terakhir mengalami kendala yang signifikan yaitu kurangnya partisipasi mahasiswa untuk menyukseskan keberlangsungan pemira. Kurangnya partisipasi mahasiswa pada ajang demokrasi yang diselenggarakan tiap tahun ini diperparah dengan adanya calon tunggal dari 3 Ormawa FTP UNEJ, diantaranya adalah:

  1. Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian (BEM FTP)
  2. Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian (IMATEKTA)
  3. Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri Pertanian (HIMATIRTA).

Pemira FTP 2024 mulai berjalan pada akhir November. Serangkaian kegiatan seperti sosialisasi dan pendaftaran calon ketua telah dilaksanakan pihak KPUM FTP, bahkan pendaftaran telah diperpanjang. Namun, adanya perpanjangan pendaftaran tersebut tidak membuat jumlah calon ketua dari masing-masing ormawa bertambah. Hingga ketika pengundian nomor urut pada 5 Desember lalu, ketiga ormawa tersebut sudah dipastikan hanya memiliki calon tunggal.

Berdasarkan keterangan ketua umum yang bersangkutan, sangat disayangkan situasi seperti ini bisa terjadi. Dalam kurun 4 tahun terakhir tidak ada calon tunggal pada pencalonan BEM FTP UNEJ, namun pada tahun ini terjadi lagi bahkan tidak hanya BEM fakultas saja tetapi himpunan prodi juga.

Lantas apa yang membuat ketiga ormawa tersebut hanya memiliki calon tunggal?

Berdasarkan pernyataan Yoga Dwi Ardiyono selaku Wakil Ketua BEM FTP UNEJ 2024, ia menyadari bahwa ia adalah pihak yang seharusnya melanjutkan regenerasi, tapi karena tidak ada peraturan tertulis yang mengharuskan wakil melanjutkan maju pemilihan. Oleh karena itu, setelah beberapa pertimbangan ia memilih untuk tidak mencalonkan diri.

“Aku fokus di akademikku, perbaiki nilai, karena memang aku rasa selama satu periode ini menguras tenaga banget,” terang Yoga Dwi Ardiyono.

Menurut penuturan Wisnu Wardana selaku Ketua BEM FTP UNEJ periode 2024, semangat dan minat angkatan 2022 untuk menjadi pemimpin masih minim. Hal serupa juga disampaikan oleh Ketua IMATEKTA 2024, Achmad Mashudi, terkait kurangnya inisiatif dan semangat dari mahasiswa, khususnya angkatan 2022 yang mana menjadi tantangan besar. Alasan yang paling banyak dilontarkan adalah karena ingin fokus pada kuliah dan merasa belum siap.

“Secara historis, track record mahasiswa IMATEKTA menunjukkan mereka mampu menangani tanggung jawab ini,” tutur Mashudi selaku ketua IMATEKTA 2024. Menurut Mashudi, alasan-alasan yang diberikan oleh mahasiswa tersebut untuk tidak mencalonkan diri dirasa kurang rasional dan menunjukkan kurangnya rasa tanggung jawab terhadap keberlanjutan organisasi.

Di luar adanya sifat apatisme mahasiswa terhadap keberlanjutan organisasi, kita perlu melihat apa saja yang menjadi faktor minat mahasiswa dalam berorganisasi dan menjadi pemimpin mulai pudar. Apabila kita tinjau baik dari aspek internal maupun eksternal, tiga alasan utama yang dapat menjadi penyebab yaitu kurangnya kaderisasi yang berkelanjutnya, krisis identitas yang terjadi di ormawa, dan munculnya program kampus merdeka yang dinilai lebih menjanjikan bagi mahasiswa.

Fungsi kaderisasi sendiri yaitu untuk membentuk kader atau anggota yang dapat mengemban peran dan tanggung jawab, salah satunya untuk mewujudkan regenerasi organisasi. Namun, jika kaderisasi yang dilakukan kurang berkelanjutan berakibat pada tidak terbentuknya rasa tanggung jawab dan saling memiliki antar pengurus yang dapat menimbulkan kecacatan dalam proses regenerasi.

“Tidak hanya BEM saja yang mengalami permasalahan ini tapi keseluruhan ormawa permasalahan sama terkait kaderisasi dan SDM angkatan 22 itu masih minim,” terang Wisnu Wardana selaku Ketua BEM FTP 2024. Berdasarkan keterangan tersebut, adanya calon tunggal di beberapa Ormawa bukanlah karena dominasi salah satu paslon tetapi terkait dengan kaderisasi.

Hal lain yang kini dialami yakni krisis identitas terkait fungsi dan peran Ormawa. Fungsi ormawa seharusnya sebagai wadah untuk berproses dalam peningkatan intelektualitas, menampung dan mengadvokasikan aspirasi mahasiswa, hari-hari ini mengalami degradasi dan perannya seolah beralih menjadi Event organizer yang dibelenggu begitu banyak program kerja (proker). Program kerja yang dilaksanakan pada rancangan memang memiliki outcome yang bagus. Tetapi, dalam pelaksanaan masih kurang maksimal, ditambah lagi pada persiapan seringkali hanya memperhatikan kerja-kerja dan capaian tanpa memikirkan kesejahteraan anggota.

Minat dan semangat mahasiswa menjadi pemimpin yang redup karena berbagai kesulitan di internal, diperparah dengan adanya program Kampus Merdeka. Faktor ini membuat ormawa seakan tidak memiliki daya. Banyak mahasiswa yang memilih mengikuti program kampus merdeka dengan berbagai iming-iming keuntungan yang ditawarkan baik fakultas maupun dari program itu sendiri.

“Ga [tidak] semua dari pengurus bersedia untuk lanjut di periode selanjutnya itu juga karena mau mencoba mendaftar di MSIB [Magang dan Studi Independen Bersertifikat]. Biasanya anak-anak itu minat di magangnya. Kalo misalkan dari mereka ikut magang, otomatis kan kewajiban mereka sebagai Kahim [Ketua Himpunan] kalo misal kepilih itu kan akan terganggu, sangat-sangat tidak efisien,” tutur Shofiyan Tito Abadi selaku Ketua HIMATIRTA 2024. Berdasarkan informasi tersebut, adanya program MBKM ini terbukti menjadi salah satu faktor nyata yang mempengaruhi turunnya minat mahasiswa menjadi pengurus ormawa.

Mengapa calon tunggal tidak seharusnya terjadi dalam Pemira?

Pemira adalah sarana kedaulatan mahasiswa untuk memilih Anggota Badan Perwakilan Mahasiswa, Ketua dan Wakil Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa, serta Ketua Himpunan Mahasiswa Program Studi (HIMAGIHASTA, IMATEKTA, dan HIMATIRTA) Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember. Setidaknya itu yang tertulis dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember No. 2 Tahun 2024.

Kedaulatan adalah salah satu prinsip dalam demokrasi. Menurut Tokoh Politik Samuel P.Huntington (1927-2008) dalam bukunya ‘The Third Wave: Democratization in The Late Twentieth Century’, Demokrasi bukan hanya soal pemilu yang teratur, tapi juga terkait dengan persaingan ide dan program kerja.

Adanya calon tunggal pada beberapa ormawa ini tentu berdampak pada minimnya gagasan, ide dan program yang bisa dipilih. Bahkan, calon tunggal ini seolah memaksa kita untuk menerima gagasan satu paslon tersebut tanpa ada pertimbangan atau pembanding gagasan lainnya. Oleh karena itu, poin yang menyatakan bahwa Pemira adalah sarana kedaulatan mahasiswa dalam memilih, perlu dipertanyakan keterpenuhannya. Melalui debat orasi, gagasan dan program kerja dua calon atau lebih diadu dan diuji untuk menghindari stagnasi di periode selanjutnya.

“Saya sebelumnya juga berusaha semaksimal mungkin agar pencalonan dari HIMATIRTA ini nggak tunggal, paling nggak 2 lah. Biar demokrasinya itu kerasa, jadi biar mahasiswa TIP itu ada pilihan,” ucap Shofian Tito Abadi.

Dampak lain yang dapat terjadi adalah menurunnya angka pengguna hak pilih. Penurunan angka pengguna hak pilih telah terjadi di berbagai Pemira lingkup kampus, bahkan pada pemilu lingkup daerah. Hal ini dikarenakan semakin menguatnya skeptisisme dan apatisme pengguna hak pilih. Ketika hanya terdapat satu calon saja, pengguna hak pilih menjadi acuh terhadap proses pemilihan dan cenderung menganggap bahwa pemenang sudah dapat dipastikan.

Sebagai tambahan, Stevan Levitsky dan Daniel Ziblat dalam buku How Democracies Die (2019) menyebutkan bahwa demokrasi bisa mati karena kudeta atau mati pelan-pelan. Tanpa kita sadari, kita berada di masa kemunduran demokrasi dengan munculnya begitu banyak fenomena kotak kosong hari ini.

Apa itu kotak kosong?

Ormawa yang hanya memiliki satu calon saja akan otomatis melawan kotak kosong. Berbeda dengan golput, kotak kosong adalah opsi yang dapat digunakan oleh pengguna hak pilih apabila tidak ingin memilih satu-satunya calon yang ditetapkan. Kotak kosong yang tersedia adalah hak pengguna dan dihitung sebagai kotak suara yang sah.

Lalu bagaimana jika pada sebuah pemilihan, kotak kosong yang banyak mendapat suara?

Arifin Ilham Ahmad selaku ketua BPM FTP UNEJ periode 2024 menyatakan, secara pandangan hukum itu perlu dilakukan pemilihan ulang. Tetapi kembali lagi apakah UPT TI mampu atau memperbolehkan dilakukan pemilihan dua kali? Yang kedua adalah apakah teman teman mahasiswa FTP UNEJ masih memiliki minat untuk memilih dua kali? Karena banyak yang mau pulang juga. Walaupun begitu, tetapi tidak ada peraturan tertulis pada peraturan Pemira FTP UNEJ terkait kotak kosong dan bagaimana ketentuan bila kotak kosong yang banyak mendapat suara.

“Kalau dari pelaksana atau dari panitia sendiri karena tahun tahun sebelumnya belum ada kejadian seperti ini, jadi tentu saja cukup kesulitan juga untuk menentukan gimana nanti sistem yang digunakan. Terus juga masih mencari informasi di fakultas lain bagaimana kalau ada kejadian seperti ini,” ucap Arifin Ilham Ahmad. Mungkin karena alasan tersebut juga Ketua KPUM tidak bersedia diwawancarai hingga pelaksanaan Pemira 2024.

Tidak adanya peraturan yang menetapkan secara pasti menyebabkan kebingungan berbagai pihak, terkait regulasi seperti apa yang harus dilakukan. Ketua BEM FTP menyatakan masih belum tahu terkait ketentuan pastinya karena butuh berdiskusi dengan BPM dan KPUM. Sedangkan ketua Himpunan menyatakan jika memang skenario terburuk pemenangnya adalah kotak kosong, Himpunan akan mengambil keputusan internal.

“Jadi kemungkinan dari aku ada inisiatif kalo misalkan yang memenangkan kotak kosong itu, aku mau mengadakan RUMP [Rapat Umum Mahasiswa Prodi] istimewa. Jadi mau mengadakan forum lagi untuk seluruh mahasiswa TIP,” terang Shofiyan Tito

Meskipun terdapat inisiatif dari himpunan, peraturan tertulis terkait ketentuan-ketentuan ketika kotak kosong memenangkan kontestasi perlu ada di peraturan Pemira. Beberapa hal perlu dikaji dan diperbaiki untuk mewujudkan Pemira yang benar-benar menjunjung demokrasi, bukan sekedar pemira yang hanya dilaksanakan sebagai formalitas dan agenda rutinan fakultas belaka.

  • Penulis: Yenda Aulia
  • Editor: Adithya Krisna W. Y
  • Ilustrator: Hical Wibowo