Hari Buruh Se-Dunia

Hari Buruh Se-Dunia adalah hari diperingatinya keberhasilan ekonomi dan sosial para buruh yang berawal dari gerakan serikat buruh. Peringatan ini  umumnya ditandai dengan hari libur nasional dan aksi turun ke jalan oleh para buruh yang dilaksanakan pada tanggal 1 Mei.

Siapa yang disebut Buruh?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), buruh adalah orang yang bekerja untuk orang lain dengan mendapat upah. Secara garis besar, buruh dibedakan menjadi dua, buruh profesional dan kasar. Buruh profesional yaitu buruh yang menggunakan otak untuk bekerja. Sedangkan buruh kasar adalah buruh yang menggunakan otot untuk bekerja.Pengertian yang sama juga disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam Pasal 1 angka 3 memberikan pengertian pekerja atau buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Apa Masalah Yang Dihadapi Buruh?

Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Provinsi Jawa Barat, melalui Royjinto-ketua KSPSI Jabar, mengatakan bahwa 100 orang buruh akan melakukan aksi turun jalan pada Hari Buruh Internasional 2021 di Gedung Sate, Bandung, hari ini Sabtu (01/05/2021). Pada aksinya tersebut, para buruh akan menyampaikan tuntutannya. Tuntutan tersebut antara lain, meminta Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan Omnibus Law UU Cipta Kerja, mendesak perusahaan membayar Tunjangan Hari Raya (THR) 2021 secara penuh, mendesak pemerintah menetapkan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) 2021, meminta aparat mengusut tuntas dugaan korupsi Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja), dan mendorong pemerintah menindak pengusaha-pengusaha nakal yang tidak melaksanakan hak normatif buruh.

Secara umum, dapat disimpulkan terdapat 3 masalah buruh Indonesia. Diantaranya adalah sebagai berikut.

1. Upah Minimum Penuh Syarat

Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dibuat bersyarat dengan memperhatikan laju inflasi atau pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) dihapus dalam RUU Cipta Kerja. Seharusnya, tidak perlu bersyarat dan UMSK tetap ada. Hal ini dikarenakan UMK setiap kabupaten atau kota berbeda nilainya. Jika diambil rata-rata nilai UMK secara nasional, UMK di Indonesia disebut jauh lebih kecil dari upah minimum di Vietnam.

Pada Oktober 2019 lalu, Kementerian Ketenagakerjaan telah memutuskan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) tahun 2020 sebesar 8,51 persen. Angka 8,51 persen itu didasarkan pada data inflasi nasional dan pertumbuhan ekonomi nasional 2019. Berdasarkan persentase kenaikan itu, Provinsi DKI Jakarta tetap menjadi daerah dengan upah minimum tertinggi, yaitu Rp 4.276.349.

Vietnam merupakan salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat beberapa tahun terakhir. Vietnam menaikkan upah minimum pada 2020 sebesar 5,7 persen, lebih tinggi dari kenaikan tahun lalu yang hanya sebesar 5,3 persen.Wilayah I yang mencakup perkotaan Hanoi dan Kota Ho Chi Minh mencatatkan upah minimum tertinggi sebesar 190 dollar AS atau Rp 2,8 juta.Sementara upah terendah di negara itu adalah 132 dollar AS atau sekitar Rp 1,94 juta.

2. Beberapa Pasal Kontroversial UU Cilaka, Kompas.com

Omnibus Law Cilaka atau Undang-Undang Cipta Kerja atau Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (disingkat UU Ciptaker atau UU CK) adalah undang-undang di Indonesia yang telah disahkan pada tanggal 5 Oktober 2020 oleh DPR RI dan diundangkan pada 2 November 2020 dengan tujuan untuk menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan investasi asing dan dalam negeri dengan mengurangi persyaratan peraturan untuk izin usaha dan pembebasan tanah. Berikut beberapa contoh pasal yang menjadi kontroversi.

Pasal 59

UU Cipta Kerja menghapus aturan mengenai jangka waktu Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak. Pasal 81 angka 15 UU Cipta Kerja mengubah ketentuan Pasal 59 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 59 ayat (4) UU Ketenagakerjaan mengatur, ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan, jangka waktu, dan batas waktu perpanjangan perjanjian kerja waktu tertentu diatur dengan peraturan pemerintah. Sementara UU Ketenagakerjaan mengatur PKWT dapat diadakan paling lama dua tahun dan hanya boleh diperpanjang satu kali untuk jangka waktu paling lama satu tahun.

Pasal 79

Hak pekerja mendapatkan hari libur dua hari dalam satu pekan yang sebelumnya diatur dalam UU Ketenagakerjaan dipangkas. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 81 angka 23 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 79 UU Ketenagakerjaan. Misalkan pada Pasal 79 ayat (2) huruf (b) UU Cipta Kerja mengatur, pekerja wajib diberikan waktu istirahat mingguan satu hari untuk enam hari kerja dalam satu pekan. Selain itu, Pasal 79 UU Cipta Kerja juga menghapus kewajiban perusahaan memberikan istirahat panjang dua bulan bagi pekerja yang telah bekerja selama enam tahun berturut-turut dan berlaku tiap kelipatan masa kerja enam tahun.

Pasal 81

UU Cipta Kerja mengubah kebijakan terkait pengupahan pekerja. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 81 angka 24 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 88 UU Ketenagakerjaan. Pasal 88 Ayat (3) yang tercantum pada dalam Bab Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja hanya menyebut tujuh kebijakan pengupahan yang sebelumnya ada 11 dalam UU Ketenagakerjaan. Tujuh kebijakan itu, yakni upah minimum; struktur dan skala upah; upah kerja lembur; upah tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena alasan tertentu; bentuk dan cara pembayaran upah; hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah; dan upah sebagai dasar perhitungan atau pembayaran hak dan kewajiban lainnya.

Beberapa kebijakan terkait jenis upah yang dihilangkan melalui UU Cipta Kerja tersebut antara lain, upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya, upah untuk pembayaran pesangon, serta upah untuk perhitungan pajak penghasilan.

3. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

Karena Covid-19, banyak tenaga kerja yang di-PHK. Hal ini dikarenakan kondisi ekonomi perusahaan yang kurang baik. Pada tahun 2020, Badan Pusat Statistik (BPS), merilis jumlah pengangguran hingga bulan Agustus 2020, dapat dilihat bahwa angka pengangguran mengalami peningkatan sebanyak 2,67 juta orang. Dengan bertambahnya angka PHK, maka jumlah angkatan kerja di Indonesia yang menganggur menjadi 9,77 juta orang. Selain itu, pandemi membuat Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia meningkat sebanyak 5,23% menjadi 7,07% dan jika dilihat berdasarkan lokasi tinggal, pengangguran di kota lebih tinggi dibandingkan masyarakat yang tinggal di desa, 2,69% di kota dan 0,79% di desa. Adapun dampak dari PHK besar-besaran yang terjadi di Indonesia adalah meningkatnya jumlah pengangguran di Indonesia, menurunnya daya beli masyarakat karena tidak adanya pemasukan, naiknya angka kemiskinan, meningkatnya kriminalitas karena desakan kebutuhan hidup, dan lain sebagainya.

Ditilik dari paparan diatas, penulis berharap semoga pemerintah segera mendapat solusi jitu untuk menanggulangi masalah tahunan tersebut seperti halnya mempercepat pembukaan lapangan kerja baru, dan keberpihakan hukum terhadap hak-hak buruh.

Penulis : Sindy Rosa Darmaningrum