Skip to content
Menu
LPM Manifest FTP UNEJ
  • Berita
    • UKM
    • Kampus
    • Jember
  • Feature
  • Fotografi
  • Ilustrasi
  • Sastra
  • Serat
  • Press Release
LPM Manifest FTP UNEJ

Kebebasan Akademik, Harapan Mahasiswa yang Belum Terwujud

May 5, 2021 by manifest

Kebebasan akademik merupakan hak vital bagi setiap orang khususnya bagi orang yang sedang mengenyam pendidikan. Kebebasan akademik menjadi tiang dasar dalam mengekspresikan ide dan gagasan seseorang. Begitu pentingnya akademik bagi setiap orang, lalu apakah kebebasan dalam mengenyam pendidikan terlebih lagi dalam kebebasan akademik sudah terpenuhi?

Berbicara mengenai kebebasan akademik dilansir dari portal daring linikampus.com, kebebasan akademik dapat diartikan sebagai sebuah kebebasan civitas akademika yang dalam hal ini pendidikan tinggi mengatur, mendalami dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi secara bertanggung jawab melalui Tri Dharma perguruan tinggi serta bebas mengkomunikasikan ide dan fakta secara gamblang. Menilik dari pernyataan tersebut disebutkan bahwa civitas akademika berhak dalam memiliki kebebasan berakademik. Namun kembali lagi pada kenyataan yang terjadi, tampaknya kebebasan akademik untuk  sebagian besar mahasiswa di Indonesia masih jauh dari kata layak.

Polemik Kebebasan Akademik

Sudah selayaknya setiap mahasiswa Indonesia mendapatkan dan menerima kebebasan akademik yang telah dijanjikan. Pada dasarnya kebebasan akademik ini telah tercantum dalam undang-undang, salah satunya Pasal 8 Ayat 1 sampai 3 Undang Undang DIKTI (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi). Dijelaskan bahwa, “ Dalam penyelenggaraan Pendidikan dan pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi berlaku kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan”. Namun pada kenyataannya kebebasan akademik tidak dirasakan oleh sebagian besar mahasiswa dan tidak sesuai dengan fakta di lapangan.

Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) menilai bahwa Indonesia belum sepenuhnya melindungi kebebasan akademik. KIKA mencatat ada enam kasus represi kebebasan akademik yang menimpa civitas akademika di beberapa kampus. Salah satu bentuk represei dalam kebebasan akademik yaitu penculikan mahasiswa saat melakukan demonstrasi. Kita dapat lihat dari aksi demonstrasi Rakyat Melawan Hancurkan Tirani (RAME HUNI) Medan pada Sabtu, (01/05) lalu. Setidaknya terdapat 14 demonstran yang diculik diam-diam oleh oknum kepolisian Polrestabes Kota Medan. Alasan penangkapan ini dikarenakan aksi mahasiswa yang menyuarakan aspirasi tentang penindasan yang dialami buruh saat ini. Tentunya hal ini menimbulkan spekulasi bahwa oknum polisi sudah ditunggangi oleh pemangku kepentingan di tanah air kita agar mahasiswa tutup mulut.

Tidak hanya persoalan penculikan, diskusi-diskusi publik yang mengangkat isu politik dan menyentil kinerja pemerintah yang dibuat oleh mahasiswa kerap kali mengalami gangguan. Beberapa diskusi publik sempat di take down, salah satunya yang diselenggarakan oleh LPM Teropong PENS Surabaya bertajuk “Framing Media & Hoaks: Papua dalam Perspektif Media Arus”. Diskusi ini dibatalkan secara sepihak oleh pihak kampus dan kepolisian dengan dalih belum mengantongi izin. Sungguh alasan yang patut dipertanyakan kejelasannya. Diskusi yang awalnya disuguhkan untuk memberi solusi dianggap menyinggung beberapa kalangan yang berkepentingan. Dari beberapa peristiwa tersebut muncul pertanyaan, apakah undang undang yang dibuat telah diimplementasikan dengan baik atau hanya sekedar pajangan semata.

Mencuil Tindak Tanduk Pemerintah

Berbicara mengenai tindak tanduk pemerintah, beberapa hal memang perlu dipertanyakan dan ditelisik kembali. Contoh nyatanya saat Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengeluarkan surat pernyataan larangan aksi demo menolak Omnibus Law yang ditujukan untuk mahasiswa. Tentu saja hal ini wujud intervensi nyata Kemendikbud dan terkesan membatasi kebebasan akademik mahasiswa. Dimana pada saat yang bersamaan Kemendikbud sedang gencarnya membicarakan Kampus Merdeka. Sebuah hal yang bertolak belakang sedang dilakukan Kemendikbud saat itu.

Tidak hanya dari Kemendikbud, pihak aparat keamanan juga kerap melakukan intervensi terhadap kegiatan diskusi mahasiswa yang menurut mereka “bermasalah”. Dengan dalih pencemaran nama baik atau ancaman pidana lainnya dijadikan tameng sebagai wujud kekuasaan mereka. Isu-isu rasisme papua, kebijakan pemerintah yang seharusnya perlu dikaji oleh mahasiswa melalui forum diskusi publik dianggap menyentil kenyamanan para pemangku kepentingan.

Membenahi Belenggu Kebebasan Akademik

Dari persoalan di atas dapat ditarik benang merah bahwa kebebasan akademik mahasiswa hanya bualan semata. Kebebasan yang semestinya didapat justru terkesan dibatasi oleh beberapa oknum yang berkepentingan dengan dalih yang cukup mengherankan. Lalu bagaimana negara kita dapat menjadi negara yang maju kalau penerus bangsanya tidak diberikan ruang untuk bebas berekspresi. Peraturan seolah menjadi formalitas belaka dan hanya hitam diatas putih yang terlupakan.

Seharunya pemerintah dapat lebih tegas lagi dalam menjamin kebebasan akademik ini. Pihak kampus yang menjadi perpanjangan tangan pemerintah juga turut andil dalam membatasi kebebasan akademik mahasiswa. Kepentingan politik di lingkungan kampus seharusnya tidak boleh terjadi, kampus yang menjadi tempat mengenyam pendidikan dijadikan sarana berpolitik tentu saja hal yang keliru. Kampus juga menjadi benteng terakhir mahasiswa dalam menyuarakan kebebasan pun sudah terancam. Kalau begini mau jadi apa Indonesia?

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Recent Posts

  • Seruan Aksi Turun Jalan, 4 Tuntutan Aliansi BEM Se-Jember dan Suara Mahasiswa di DPRD Jember
  • Noda Dosen di Cincin Mahasiswa
  • 14 Tuntutan Front Pelajar dan Mahasiswa Papua Jember di Aksi Damai Tolak Pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB)
  • Tentang Gender : Hak Laki-Laki dan Perempuan yang Adil dan Berimbang
  • PERNYATAAN SIKAP LPM MANIFEST FTP UJ

Archives

  • April 2022
  • March 2022
  • July 2021
  • May 2021
  • April 2021
  • March 2021
  • February 2021
  • January 2021
  • December 2020
  • November 2020
  • October 2020
  • September 2020
  • August 2020
  • July 2020
  • June 2020
  • May 2020
  • April 2020
  • March 2020
  • February 2020
  • January 2020
  • December 2019
  • November 2019
  • October 2019
  • September 2019
  • August 2019
  • July 2019
  • June 2019
  • May 2019
  • April 2019
  • March 2019
  • February 2019
  • January 2019
  • December 2018
  • November 2018
  • October 2018
  • September 2018
  • August 2018
  • July 2018
  • June 2018
  • May 2018
  • April 2018
  • March 2018
  • February 2018
  • January 2018
  • December 2017
  • November 2017
  • October 2017
  • September 2017
  • August 2017
  • July 2017
  • June 2017
  • May 2017
  • April 2017
  • March 2017
  • February 2017
  • January 2017
  • December 2016
  • November 2016
  • October 2016
  • September 2016
  • August 2016
  • July 2016
  • June 2016
  • May 2016
  • April 2016
  • March 2016
  • February 2016
  • January 2016
  • December 2015
  • November 2015
  • October 2015
  • September 2015
  • August 2015
  • June 2015
  • May 2015
  • April 2015
  • November 2014
  • October 2014
  • September 2014
  • April 2014
  • March 2014
  • January 2014
  • December 2013
  • November 2013
  • October 2013
  • August 2013
  • July 2013
  • June 2013
  • April 2013
  • February 2013
  • March 2012

Categories

  • Berita
  • Catatan Perjalanan
  • Fotografi
  • Ilustrasi
  • Infografis
  • Jember
  • Kampus
  • PENITI
  • Press Release
  • Sastra
  • Serat
  • Tak Berkategori
  • UKM
  • Uncategorized
©2022 LPM Manifest FTP UNEJ | Powered by WordPress and Superb Themes!