Senin (22/7) pada pukul 10.19 WIB puluhan pegawai Biro Rektor USU (Universitas Sumatera Utara) datang ke Sekretariat Pers Mahasiswa SUARA USU yang terletak di Medan, Sumatera Utara. Kedatangan pegawai Biro Rektor USU adalah untuk membongkar jendela, pintu, dan atap sekretariat Pers Mahasiswa SUARA USU. Alasan yang dikemukakan adalah untuk merenovasi sekretariat dan menempel kertas bertuliskan “Dilarang masuk, Pasal 551 KUHP”.

Kemudian sekitar pukul 11.30 WIB Pegawai Biro Rektor bagian kemahasiswaan menyarankan seluruh aset SUARA USU dipindahkan ke Markas Komando Satuan Pengamanan USU. Pukul 11.56 WIB, plang bertuliskan Pers Mahasiswa SUARA USU dirobohkan.

Pembongkaran Sekretariat Pers Mahasiswa SUARA USU telah melanggar hak-hak anggota SUARA USU sebagai mahasiswa dan pers mahasiswa.

Pertama mengenai kebebasan pers. SUARA USU adalah pers mahasiswa yang melakukan kerja-kerja pers yang seharusnya diberikan kebebasan dalam menyampaikan informasi, pembongkaran terhadap ruang redaksi telah membatasi kebebasan pers SUARA USU.

Kedua mengenai kebebasan Akademik. Rektor USU tidak memberi ruang bagi anggota SUARA USU untuk menyampaikan pendapatnya. Padahal seharusnya hal tersebut masih dapat dikaji menggunakan teori dan ilmiah sebagaimana diatur dalam Peraturan Senat Akademik USU Nomor 1 Tahun 2017 pasal 3 yang berbunyi “Kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan bertujuan untuk memberikan kebebasan dan kemandirian kepada civitas akademik serta USU untuk melaksanakan kegiatan mengajar, belajar, menggali pengetahuan dan riset, mengkomunikasikan ide atau fakta, tanpa adanya campur tangan atau pembatasan oleh hukum, institusi, peraturan, ataupun tekanan masyarakat yang tidak beralasan.”

Ketiga mengenai kebebasan berkumpul dan berserikat. Sekretariat SUARA USU adalah tempat anggota SUARA USU berkumpul dan membentuk organisasi. Pembongkaran terhadap sekretariat berarti membubarkan orang-orang dan organisasi yang ada di dalamnya. Ditambah dengan Rektorat menunjukan Kampus USU tidak ramah bagi minoritas LGBT dalam menuntut ilmu dengan memecat pengurus SUARA USU karena sebuah cerpen yang dianggap mempromosikan LGBT. Hal ini melanggar HAM (Hak Asasi Manusia) bagi LGBT.

Pada Jumat (5/07) Widiya Hastuti selaku Pemimpin Redaksi  Pers Mahasiswa SUARA USU dan Yael Stefani Sinaga selaku Pemimpin Umum Pers Mahasiswa SUARA USU menggugat Surat Keputusan Rektor USU Nomor 1319/UN5.1.5.R/SK/KMS/2019 mengenai pemberhentian 18 pengurus SUARA USU dengan nomor gugatan 202/G/2019/PTUN-MDN. Berdasarkan gugatan tersebut seharusnya rektorat tidak melakukan pembongkaran apapun terhadap sekretariat SUARA USU.

Kepala Jurusan dan Dekan Ilmu Sejarah meminta orang tua pemimpin redaksi SUARA USU untuk hadir ke USU. Salah satu Dosen USU juga meminta pemred SUARA USU menarik gugatan dengan alasan membahayakan suku Gayo yang ada di USU. Ini merupakan tindakan intimidasi kepada SUARA USU.

Yael Stefani Sinaga mengatakan akan terus mempertahankan sekretariat dan melawan kebijakan Rektor USU yang membunuh kreativitas anggota Pers Mahasiswa SUARA USU. “Kami akan perjuangkan hingga SK kami kembali melalui PTUN,” ujarnya. []