JEMBER, Manifest –Sesuai tupoksi yang tercantum pada Undang-undang (UU) Ikatan Keluarga Mahasiswa (IKM) Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) Universitas Jember (UJ), BPM mempunyai 3 tugas besar yaitu fungsi legislasi, aspirasi, dan pengawasan. Akhir-akhir ini, Badan Perwakilan Mahasiwa (BPM) FTP UJ kembali menjadi sorotan. Pasalnya, di tengah pesta demokrasi Pemilihan Raya Mahasiswa (Pemira) terdapat kejanggalan dan ketidakjelasan mengenai petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis pemira itu sendiri.

Keabsahan verifikasi yang meloloskan calon tunggal ketua BEM yaitu Rendra Lebdoyono perlu dipertanyakan. Dalam UU Pemira Bab III  Pasal 4 Nomor 1 Poin O pasangan calon BEM FTP UJ harus memenuhi persyaratan yaitu tidak merangkap sebagai pengurus inti organisasi lain. Rendra diketahui masih menjabat sebagai wakil ketua BEM. Ketua BPM Ulum Ihya Muddin menjelaskan bahwa Pasal 4 Nomor 1 Poin O sebenarnya digunakan untuk membatasi orang yang terpilih jadi Ketua BEM atau Wakil BEM. “Nantinya pas dia jadi (dilantik), dia nggak merangkap jadi pengurus organisasi lain,” ujarnya.

Rendra Lebdoyono selaku Calon Ketua BEM menyatakan bukan kewenangannya menjawab mengenai keabsahannya sebagai Calon Ketua BEM. “Kita secara harafiah sebagai paslon tidak perlu tahu apa itu UU. Yang perlu tahu itu Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa (KPUM) dan Panwaslu.” Tegasnya. Selain itu,.Rendra menambahkan bahwa jikalau memang ada kemungkinan mengenai hal itu bisa ditanyakan ke yang bersangkutan.

Selain itu, keberadaan Panitia Pengawas Pemira (Panwas Pemira) sebagai fungsi pengawas dalam Pemira tidak terlihat. Ulum menyatakan bahwa pada Pemira tahun ini tidak ada Panwas Pemira. Hal itu tidak sesuai dengan UU Pemira Bab I Pasal 1 Nomor 13 yang berisi ketentuan umum bahwa Panitia Pengawas Pemira yang selanjutnya disingkat Panwas Pemira, adalah panitia yang dibentuk oleh BPM FTP UJ untuk mengawasi penyelenggaraan pemilihan umum di tingkat Fakultas.

Mengenai tidak adanya Panwas Pemira, Ulum menjelaskan bahwa sudah dua tahun belakangan tidak ada Panwas Pemira. “Ini masalah sudah dua tahun ndak ada Panwas Pemira sementara di UU Pemira ada. Kita sudah sosialisasi ke kelas-kelas juga tapi ternyata yang daftar nggak banyak mencukupi lah, KPUM aja sulit apa lagi cari Panwas Pemira, ini sudah masalah dari kemarin” ujarnya.

Hal yang membuat UU Pemira tidak jelas adalah mekanisme sistem Aklamasi. Berhubung pasangan calon hanya satu, mekanisme pemilihannya adalah sistem aklamasi. Mengenai mekanisme aklamasi, dalam UU Pemira tidak ada pembahasan detail mengenai hal ini.

Ulum mengakui kesalahannya memang dari pihak BPM.  Ia merekomendasikan untuk kepengurusan BPM selanjutnya agar mengadakan studi banding agar bisa paham terhadap perundang-undangan. “Kita anak FTP bukan anak hukum,  jadi memang itu luputnya (kesalahan) BPM tahun ini, dan harapannya BPM tahun depan itu sebelum kita membuat undang-undang, kita perlu studi banding di Fakultas Hukum dan belajar dulu kepada orang yang sudah bergelut dengan peraturan atau perundang-undangan agar tidak terjadi seperti ini”, Imbuhnya.

Sementara itu salah satu mahasiswa FTP Yunus ikut berkomentar mengenai sistem dan aturan yang ada di Pemira ini. “Jujur saya bingung dengan sistem dan aturan yang ada di Pemira ini. Seharusnya BPM atau KPUM benar-benar mensosialisasikan Undang-undang secara detail, karena ini sifatnya sensitif” tutur Yunus yang juga merupakan mantan pengurus BEM FTP Tahun 2017.

 

Penulis: Is’adur Rofiq

Editor: Bernadetha Putrinda

Ilustrator: Alvina Nur Asmy