Kebebasan pers di Indonesia saat ini belum sepenuhnya terbuka lebar. Terbukti dengan adanya kembali tindakan pemukulan dan ancaman pembunuhan terhadap reporter Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Progress Universitas Indraprasta (Unindra) oleh beberapa pihak Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Persiapan Fakultas Teknik, Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FTMIPA) Unindra PGRI Cabang Jakarta. Kejadian ini bermula ketika pihak HMI FTMIPA Unindra tidak terima dengan salah satu opini LPM Progress yang diterbitkan pada hari Sabtu (21/03) berjudul Sesat Berpikir Kanda HMI dalam Menyikapi Omnibus Law.

Dalam opini yang dimuat, Achmad Rizki Muazam selaku penulis mengkritisi tindakan MHI Komisariat Persiapan FTMIPA yang mendukung DPR untuk mengesahkan omnibus law. Pasalnya saat ini tengah ramai mahasiswa melakukan aksi protes tolak omnibus law, namun mereka justru mendukung untuk disahkan hingga melakukan konferensi pers untuk hal tersebut. Menurut Rizki, secara urgensi konferensi pers tersebut tidak perlu untuk dilakukan apalagi sampai dimuat dalam berita. Dirinya beranggapan bahwa konferensi pers tersebut merupakan sebuah settingan dan pesanan yang memang sengaja dibuat untuk mendistorsi gerakan mahasiswa.

Tulisan tersebut membuat LPM Progress digeruduk oleh pihak yang mengaku kader HMI Komisariat Persiapan FTMIPA Unindra. Sabtu (21/3), beberapa orang mendatangi kos-kosan YF yang sebelumnya menjadi sekretariat LPM Progress. Beberapa orang yang datang mengenalkan dirinya sebagai Aidil yang kemudian sebagian YF kenal ada juga Remon (Ramadin), Ismail Nurlamba, Kevin, Abdul, Nasrul Matdoan dan lainnya. Pada saat itu di kos tersebut hanya ada YF, RA, GRZ dan DMS dan menanyakan keberadaan ARM yang saat itu memang tidak sedang berada di kosan tersebut. Oknum yang mengaku kader HMI tersebut mulai bersikap provokatif yang mengancam dan memaksa LPM Progress untuk menurunkan tulisan yang ARM buat serta memanggil ARM datang malam itu juga. Penggerudukan itu berakhir ketika YF akhirnya menelepon dan ARM berjanji untuk bertemu pada minggu (22/3), pukul 12.00 WIB.

Minggu (22/3), ARM baru bisa datang pukul 15.00 WIB sehingga pertemuan diundur. Dalam hal ini ARM berkoordinasi dengan Remon (Ramadin) dalam hal pertemuan dan menyuruh ARM hanya datang berdua saja yaitu ARM dan Pemimpin Umum LPM Progress yaitu YF. Koordinasi itu menyepakati waktu dan tempat yaitu pukul 19.00 WIB di Kampus B, Unindra.

Pada pukul 19.00 WIB ARM dan YF serta beberapa rekan dari LPM Progress (RMA, RA dan ZW) bertemu HMI Unindra. Pertemuan HMI Unindra diwakilkan oleh Riyad Kurniawan Gusung (wan Gusung), Remon (Ramadin), Ismail Nurlamba, Kevin, Abdul, Hamri dan lain-lainnya. Awalnya, mereka bertemu untuk membicarakan tulisan ARM yang dimuat di website LPM Progress. LPM Progress menawarkan Hak Jawab dengan memberikan ruang pihak HMI Komisariat Unindra untuk dapat membantah tulisannya dengan tulisan yang bisa diterbitkan di website LPM Progress.

Pukul 19.14 WIB diskusi pun mulai memanas, pihak HMI tidak terima atas penjelasan dan tulisan itu. Lalu ada beberapa orang yang belakangan dikenal namanya yaitu Irfan dan Hayat. Irfan lalu mengancam ARM dengan menyatakan akan menunjuk dan membawa parang. Beberapa orang pun mulai mengerumuni ARM dan tidak lama ARM dipukul dari arah belakang. Sempat dilindungi dan menarik ARM dari tempat kejadian, ARM terus dikejar dan banyak masa yang tidak tahu datangnya mulai mengeroyok. Wajah ARM pun dipukuli lagi yang menyebabkan bagian bibirnya sobek. Rekan LPM Progress mencoba untuk melindungi ARM dari pukulan Hamri, Hayat, Irfan, Ismail dan beberapa oran lainnya (sekitar ada 20an orang) akibatnya mereka pun ikut diserang secara membabi-buta. YF, ZW, RA dan RMA diserang serta menderita kerugian materil dan imateril.

ARM bersama rekan LPM Progress pun menyelamatkan diri dan berlari menjauhi area. Beberapa warga yang melihat kejadian tersebut pun berusaha untuk melerai. Akan tetapi, Hamri, Irfan dan beberapa orang lainnya masih mengejar. Irfan mengerjar ARM dan YF dengan menggunakan motor, dan berteriak akan membunuh ARM. Akibat dari pemukulan tersebut, ARM pun terluka dan dibawa ke RS terdekat untuk ditangani.

Dalam tindakannya, LPM Progress sudah menawarkan hak jawab kepada HMI Komisariat Persiapan FTMIPA yang memang telah diatur dalam kode etik Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI)  poin 12 yang berbunyi pers mahasiswa wajib memperhatikan dan menindaklanjuti proses, hak jawab, hak koreksi, somasi, gugatan dan atau keberatan-keberatan lain dari informasi yang dipublikasikan berupa pernyataan tertulis atau ralat. Hak jawab dapat digunakan oleh pihak yang merasa dirugikan atau tidak terima dengan adanya pemberitaan yang tersebar, dibuat dalam bentuk pernyataan tertulis. Namun dalam hal ini, pihak HMI Komisariat Persiapan FTMIPA tidak mengindahkan tawaran tersebut dan lebih memilih jalan kekerasan.

Pernyataan Sikap

Kami atas nama Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Manifest Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember (FTP UJ) menyatakan sikap dan beberapa tuntutan:

  1. Mengecam serta sangat menyesalkan terjadinya tindak kekerasan yang melibatkan HMI Komisariat Persiapan FTMIPA Unindra dengan LPM Progress Unindra, terjadinya tindak kekerasan tersebut tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun.
  2. Polres Jakarta Timur termasuk pihak yang memiliki kewajiban mengusut dan menuntaskan masalah kekerasan yang menimpa reporter LPM Progress.
  3. Dalam konteks tersebut secara substantif dan moral, LPM Manifest mendukung sepenuhnya agenda advokasi oleh pihak terkait sebagai hak konstitusional warga negara. Agenda advokasi ini sebagai penegasan bahwa kebebasan pers harus ditegakkan dalam situasi dan kondisi apapun. []

 

Sumber foto: instagram.com/persmahasiswa

Sumber kronologi: lpmprogress.com