Indonesia memiliki banyak kekhasan seperti pada makanan yang dimiliki negara ini, bukan hanya satu atau dua jenis saja. Namun, ada banyak bahkan bisa dibilang ada ratusan macam makanan khas yang ada di setiap daerah di Indonesia ini. Mungkin ditelinga masyarakat sekitar Kabupaten Jember, Banyuwangi atau daerah keresidenan Besuki ini sudah sangat familiar mengenai kuliner yang bernama rujak soto. Dari keunikan namanya membuatku penasaran ingin mencoba yang namanya rujak soto tersebut di Banyuwangi, karena di Kota Surabaya antara rujak dan soto selalu dijual terpisah.
“Po, Kamu pernah nyoba rujak soto?,” tanya salah satu temanku kepadaku.
“Hah? Rujak soto? Kok aneh? Emange enak ta?,” aku berbalik tanya ke temanKu tadi dengan rasa penasaran.
“Wah, kamu perlu nyoba tuh, Po. Enak pol, Po! Besok Rabu ke Banyuwangi ta?,” ajak temanKu lainnya. Akhirnya aku menerima ajakan mereka, karena rasa penasaranku
terhadap rujak soto.
Awal rencana, kami mau berangkat hari Rabu, 5 Juni 2013, namun ternyata Aku ada halangan pada hari tersebut, sehingga diganti hari Senin, 10 Juni 2013 kemarin. Jarak antara Jember-Banyuwangi hanya 92 km yang dapat ditempuh 2 jam sajasehingga tidak perlu menuggu waktu terlalu lama untuk dapat menikmati kuliner khas Banyuwangi tersebut. Tanpa ada persiapan apa-apa kami berempat berangkat ke Banyuwangi dengan mengendarai sepeda motor. Ini kali pertama aku menempuh perjalanan ke Banyuwangi dengan sepeda motor. Banyaknya sawah dan kendaraan yang tidak terlalu padat pada hari itumembuat perjalanan ini sangat dinikmati sekali. sesampai di Kecamatan Garahan kesejukan udara dingin mulai menyapa tubuh. Kabut putih yang menyelimuti gunung sudah mulai terlihat oleh mata telanjangKu.
            Dalam perjalanan, sesekali aku tidak terfokus dengan jalan yang aku lalui ini, mataku berkeliling melihat pemandangan di daerah Gumitir. Padatnya rumah di Kabuapaten Jemberterlihat jelas di Gumitir ini. Kabut yang aku lihat di Garahan tadi membuat sedikit basah di Jaketku, sehingga dinginnya udara di sana semakin terasa di tubuh. Kepalaku mulai terasa pusing melihat jalanan yang berbelok-belok, sehingga kita memutuskan untuk berhenti di bawah patung seorang perempuan yang sedang menari. Patung ini merupakan salah satu bukti bahwa Banyuwangi ini memiliki tarian daerah yaitu tari gandrung. Tari gandrung ini dipentaskan dalam acara adat yang sering diadakan oleh masyarakat setempat. Tarian ini diiringi oleh perpaduan musik tradisional khas Jawa dan Bali.
            Setelah pusing di kepala ini mulai sedikit hilang, kita lanjutkan kembali perjalanannya menuju ke daerah pusat Kabupaten Banyuwangi. Kita mengendarai sepeda motor pelan-pelan sehingga memerlukan waktu yang lama juga untuk sampai pada tujuannya. Seharusnya pukul 13.00 kami sampai ke pusat Kabupaten Banyuwangi, namun ternyata Jam tangan sudah menunjukkan pukul 13.00 wib kita masih ada di Kecamatan Rogojampi. Tapi itu bukan masalah buat kita, karena kita benar-benar ingin menikmati perjalanan ini. Tepat pukul 13.50 kami sampai di depan kantor DPRD Kabupaten Banyuwangi. Kami berhenti sejenak di sana untuk mencari alamat dari warung rujak soto yang pernah dikunjungi oleh teman aku ini.
“Eh, warungnya ada di mana ya? Aku kok lali yo?,” tanya temanKu Anita.
“Hah? Aku ya ndak tau Mbak, coba tanya ke orang sekitar sini,” jawab teman yang aku bonceng.
“Yo, masalae warung sing dodolan rujak soto nang kene iku akeh, aku lali jenenge warunge,” jawab Anita.
Wes, muteri Banyuwangi ae dhisik,” kata kekasih Anita.
Selama perjalanan mengelilingi pusat Kabupaten Banyuwangi ini, aku merasa heran. Pusat  Kabupaten Banyuwangi tampak sepi tidak seramai di pusat Kabupaten Jember. Begitupula dengan kesejukan udaranya yang benar-benar masih sejuk masih terasa di sini, apa mungkin dikarenakan masih sedikitnya kendaraan yang berlalu lalang disini? Atau mungkin ketinggian daratan di Kabupaten ini masih termasuk ke dalam daerah yang tinggi sehingga udara masih terasa sejuknya. Ternyata hampir satu jam, kita berkeliling di pusat Kabupaten Banyuwangi. Kita berkeliling hingga di daerah Desa Wisata Osing, Glagah, Banyuwangi.
Kita terus mencari warung yang pernah dikunjungi oleh temanKu ini. Kita memutuskan untuk kembali ke depan gedung DPRD Kabupaten Banyuwangi lagi, lalu salah satu dari kita turun untuk bertanya ke orang yang ada disekitar situ. Akhirnya kita menemukan warung rujak soto tersebut di Jalan Basuki Rahmat, Banyuwangi (dekat Giant). Waktu yang lama untuk mencari warung ini benar-benar membuat kita lelah, dan suara perut kita masing-masing mulai berbunyi. Kita benar-benar kelaparan. Kami memesan rujak soto dan es teh. Tidak seberapa lama, rujak soto yang kami pesan pun akhirnya datang.
“Mbak, ini rujaknya apa sama kayak rujak biasanya?,” tanyaku ke salah satu pegawai yang mengantarkan makanan kita.
“Iya Mbak,” jawab pegawai warung tersebut yang bernama Yayuk.
“Lha terus, istimewane rujak soto iki opo mbak? Kan biasane rujak sama soto ndak pernah dicampur kayak gini?,” tanya salah satu teman lelakiKu.
“Istimewane ya rasane rujak yang ada petisnya sama uleg kannya kacang itu dicampur sama kuah soto. Mau pakai soto ayam, daging, apa babat sama saja. Mending Mas sama Mbaknya langsung dicoba aja.,” jawab Mbak Yayuk.
“Emangnya benar ya Mbak, rujak soto ini asalnya dari sini?,” tanyaKu kembali.
“Iya Mbak, rujak soto ini asalnya dari orang Osing. Orang asli sini Mbak.,” jawab Mbak Yayuk kembali.
“Ini makanan kok aneh banget, pakai dicampur segala.,” kataKu sambil mengaduk makanan ini.
“Disini makanan yang dicampur-campur masih banyak Mbak, seperti pecel rawon sama rujak bakso.,” jawabnya sambil berjalan meninggalkan tempat duduk kami.
Pertama kali melihat rujak soto ini, seperti tidak ada nafsu untuk memakannya karena warna makanannya kurang menarik, dan isi dalam mangkuk tersebut benar-benar penuh. Aku mencoba memakan makanan ini sedikit demi sedikit untuk mencari sensasi keenakkan dari makanan ini.MenurutKu rujak soto ini, seperti rujak biasanya yang memakai bumbu kacang, cabe, timun, tahu, lontong, sayuran pelengkap yang lalu disiram dengan kuah soto. Rasa dari bumbu kacang dengan petis masih terasa sekali meskipun sudah disiram dengan kuah soto. Begitu pula dengan rasa sotonya yang juga masih terasa sekali, apalagi babat yang ditambahakan di dalam kuah sotonya menambah kekhasan dari sotonya. Dapat dikatakan rasa dari ke dua jenis makanan ini seimbang, tidak ada yang paling dominan sehingga rasa uniknya keluar begitu saja. Selain rasanya unik, rujak soto ini juga dapat mengenyangkan perut. Jadi yang tadinya kita begitu lapar hingga perut kita berbunyi, akhirnya perut kita menjadi benar-benar mengenyangkan.
Begitu uniknya makanan ini, perpaduan dua rasa makanan yang berbeda menjadi satu. Rujak yang terasa petis dan bumbu kacangnya beserta isi pelengkapnya seperti tahu, mentimun, lontong, dan sayuran pelengkap dapat dicampur dengan kuah soto yang kebanyakannnya mengandung rempah-rempah asli Indonesia dengan tambahan daging sapi, ayam, ataupun babat. Keunikan inilah yang menjadikan primadona dari makanan ini. Masyarakat tanah gandrung ini dapat mempertahankan keunikan dari makanan ini, terbukti rujak soto ini sudah banyak dikenal banyak orang di luar Banyuwangi. Bahkan seseringkali rujak soto ini mengikuti acara makanan tingkat nasional. Dari tanah gandrung ini juga, ada berbagai makanan yang memiliki rasa campuran yang unik seperti pecel rawon, rujak bakso, sego cawuk, dan lainnya.
Setelah mengetahui keunikan dari rujak soto tersebut, kami memutuskan untuk langsung kembali ke Jember. Waktu sudah menunjukkan pukul 16:20 wib, kami segera beranjak untuk pulang karena kami takut terlalu malam sampai dari Gumitir. Selama diperjalanan pulang, aku masih mengenang keunikan dari rasa yang disajikan oleh semangkuk rujak soto babat tadi. Namun, aku tidak menjadi penasaran lagi dengan rujak soto ini.
Setiba di rumah, aku menceritakan apa yang telah aku rasakan kepada IbuKu melalui telepon. Dari ceritaku, Ibu juga penasaran dengan makanan tersebut. Ya memang, makanan tersebut sangat membuat orang penasaran, karena mungkin yang mereka tahu rujak dan soto itu berbeda dan tidak pernah dicampur dalam satu wadah. Setelah mereka mencoba sendiri makanan tersebut, mereka akan mengakui keunikkan dari rasa makanan tersebut yang dicampur menjadi dalam satu wadah.
 
Selama perjalanan, Aku menikmati indahnya pesona yang diberikan oleh Kabupaten Banyuwangi ini. Mulai tata letak kotanya, persawahan, hingga sajian khas yang ada dimasyarakat sini. Perpaduan campuran budaya yang sedikit kental dengan budaya Bali tidak dapat meredupkan budaya khas dari Masyarakat asli di Banyuwang ini. Adanya Desa Wisata Osing dan patung-patung seorang wanita yang sedang menari gandrung membuktikan bahwa kebudayaan yang dimiliki oleh Banyuwangi ini masih bisa bertahan hingga sekarang. Begitu pula dengan makanan khas masyarakat sini, mulai diperkenalkan ke seluruh Indonesia sehingga dapat menambah nilai plus untuk bidang wisata di Banyuwangi ini. Meskipun letaknya berada di ujung Pulau Jawa namun, pesona khasnya tidak pernah ada ujungnya [mah].