Mahasiswa Pecinta Alam (MAPALA) se-Jember melakukan aksi damai dalam rangka memperingati Hari Bumi dengan long march dari double way Universitas Jember dan berakhir di depan Pendopo Wahyawibawagraha Jember Selasa (02/05/2023).

Aksi ini dilatarbelakangi dengan maraknya kegiatan perusakan lingkungan yang dilakukan oleh pihak tertentu, khususnya di wilayah Kabupaten Jember. Terdapat tiga permasalahan perusakan lingkungan yang disoroti. Pertama, pencemaran oleh limbah rumah tangga maupun industri di bantaran Sungai Bedadung. Kedua, aktivitas pertambangan di Kabupaten Jember yang mengancam kelestarian lingkungan khususnya wilayah hutan dan pesisir Kabupaten Jember. Ketiga, identitas Jember sebagai Kota Seribu Gumuk yang terancam akibat semakin maraknya eksploitasi gumuk.

Adam Azizi alias Bakir, selaku koordinator lapangan menjelaskan bahwa pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RJMD) Kabupaten Jember Tahun 2021-2026, terdapat 12 kecamatan di Jember meliputi Silo, Mayang sampai Kencong yang menjadi peruntukan wilayah tambang bahan logam. Hal ini menjadikan wilayah konservasi atau pelestarian di wilayah hutan dan pesisir pantai sangat terancam, mengakibatkan kerusakan ekologi dan ekosistem. Bakir juga mengatakan bahwa terjadi kenaikan timbunan sampah di Sungai Bedadung dari tahun 2019 hingga 2021. Menurut data hasil ekspedisi MAPALA yang dilakukan di sungai antara Nuris sampai di belakang IAIN, terdata hanya ada 20 tumbunan sampah pada tahun 2019, namun meningkat menjadi 100 lebih timbunan sampah di tahun 2021.

“Peran DLH sangatlah penting di situ. DLH bikin Perda atau lain-lain tentang regulasi, cuma kalau tidak ditegakkan ya sama aja, sungai Bedadung akan tercemar,” ujar Bakir.

Dalam orasinya, MAPALA se-Jember yang diwakilkan oleh Bakir meminta kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Jember:

  1. berkontribusi penuh dalam upaya pelestarian lingkungan di wilayah Jember,
  2. mempertegas DLH dalam menanggulangi permasalahan pencemaran lingkungan tentang penimbunan sampah dan Bedadung,
  3. membuat Perda larangan/pengurangan sampah plastik yang dipakai,
  4. membuat Perda untuk menjaga kelestarian gumuk di Kabupaten Jember sebagai identitas Jember yaitu Kota Seribu Gumuk, dan
  5. melibatkan mahasiswa pencinta alam dalam upaya pelestarian yang ada di Kabupaten Jember.

Sugiarto selaku Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) turut memberikan tanggapan. Ia menjelaskan bahwa wilayah-wilayah yang diserukan dalam aksi adalah wilayah yang bisa ditambang, namun tidak harus ditambang.

“Itu hanya wilayah-wilayah yang bisa ditambang di seluruh Indonesia atau di sekitar Jember,” ujar Sugiarto.

Menurut Sugiarto, Kabupaten Jember telah tertinggal dengan kabupaten sekitar terutama dalam penanganan sampah plastik. Sugiarto kemudian menjelaskan bahwa mereka akan mengajak pengusaha-pengusaha untuk menghentikan penggunaan plastik. Tidak hanya menghentikan, tapi mereka juga akan memberikan alternatif.

“Nantinya UMKM yang mengelola atau memproduksi tas yang digunakan untuk belanja akan kita dekati hingga bisa memproduksi secara massal dan dengan harga yang terjangkau, sehingga selisih harganya tidak terlalu jauh dengan kantong plastik,” ucap Sugiarto.

Selain orasi, MAPALA se-Jember juga melakukan kegiatan bagi-bagi bibit kepada masyarakat. Menurut Muhammad Roy Jones, salah satu peserta aksi, serangkaian aksi Hari Bumi oleh MAPALA se-Jember dilakukan untuk menyerukan bahwasannya telah terjadi krisis ekologi di Jember, sehingga kegiatan bagi-bagi bibit merupakan salah satu upaya mereka dalam mengkonservasi lingkungan.

“Harapan pribadi dari kami mahasiswa pecinta alam, mungkin aspirasi atau seruan-seruan yang kami berikan kepada Pemerintah Kabupaten dapat terelisasikan dengan maksimal dan baik,” ucap Roy.

 

 

Reporter     : Anindya Dyah dan Kemas Almas

Penulis        : Adithya Krisna

Fotografer  : Anindya Dyah

Editor Foto : Cindy Alya

Penyunting : Jilan Hanifa