Kebebasan pers di Indonesia kembali tercoreng dalam aksi memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Kali ini pencorengan tersebut dilakukan oleh pihak kepolisian yang seharusnya mengayomi dan melindungi masyarakat. Pihak kepolisian menangkap dua reporter Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Bursa Obrolan Mahasiswa (BOM) Institut Teknologi Medan (ITM) dan satu aktivis mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU) dengan tuduhan sebagai provokator ricuhnya aksi. Meskipun dua reporter LPM BOM ITN sudah menunjukkan surat tugas peliputan aksi dari Pemimpin Redaksi (pemred) tetap diabaikan oleh pihak kepolisian dan dibawa ke kantor Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Medan.
Berdasarkan hal tersebut pihak kepolisian sudah mencoreng Undang-Undang Pers no. 40 tahun 1999 pasal 4 ayat 3 yang menyatakan bahwa untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Dan juga dalam Undang-Undang no. 9 tahun 1998 pasal 2 dan pasal 7. Pasal 2 menyatakan bahwa setiap warga Negara secara perorangan atau kelompok, bebas menyampaikan pendapat sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab berdemokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pasal 7 menyatakan bahwa dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum oleh warga Negara, aparatur pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab untuk: a) melindungi hak asasi manusia; b) menghargai asas legalitas; c) menghargai prinsip praduga tidak bersalah; dan d) menyelenggarakan pengamanan.
Kronologis
Saat terjadi aksi demonstrasi yang dilakukan oleh aliansi Konsolidasi Gerakan Mahasiswa Sumatra Utara dalam menanggapi momentum Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) di Simpang Pos Padang Bulan, Pimpinan Redaksi (Pimred) Lembaga Pers Mahasiswa – Institut Teknologi Medan (LPM – ITM) menugaskan 3 orang Badan Pengurus Harian (BPH) untuk meliput aksi tersebut.
Tepat pukul 13.30 WIB, Jackson Ricky Sitepu sampai dilokasi dan segera melakukan peliputan sebagai mana mestinya dan disusul juga oleh Fikri Arif yang tiba dilokasi. Berbeda dengan Fadel yang memang telah hadir dilokasi sejak pagi hari namun baru mendapatkan surat tugas pada siang hari.
Saat melakukan peliputan di Simpang Pos, keadaan baik – baik saja tanpa terjadi sebuah pelanggaran Kode Etik Jurnalistik. Bahkan saat masa aksi melakukan perjalanan dari Simpang Pos sampai ke lampu merah Simpang Kampus Universitas Sumatra Utara (USU) masih tetap melakukan tugas – tugas pers dengan profesional.
Namun situasi massa memanas saat ban bekas mulai dibakar oleh massa dan pihak kepolisian berdatangan beserta kendaraan barakudanya, namun ketiga wartawan tersebut tetap berada dekat pada barisan kepolisian dan Brimob. Situasi semakin memanas saat massa aksi berpindah ke depan pintu gerbang taman kampus USU dan kembali membakar ban.
Provokasi – provokasi dari berbagai pihak baik masyarakat, pereman setempat dan Intel mulai mewarnai aksi mahasiswa tersebut sehingga terjadi bentrokan secara tiba – tiba antara massa aksi dengan masyarakat dan pihak aparatur negara. Ketiga wartawan kami masih berada dekat barisan aparatur negara yang semakin mendekat kegerbang kampus USU bahkan sampai masuk kedalam kampus.
Saat berada di dalam kampus, kira – kira 10 meter dari gerbang wartawan kami dengan nama Jackson Ricky Sitepu dihalangi oleh masyarakat yang kabarnya adalah Intel. Sebelum meninggalkan lokasi, Ricky Jakson Sitepu sempat melihat Fadel Muhammad Harahap ditarik masyarakat dan jatuh tersungkur ke aspal. Sementara itu Fikri Arif tidak dapat terlihat lagi dilapangan.
Saat dihubungi Pimpinan Umum, kedua wartawan LPM BOM ITM mengatakan bahwa mereka telah berada di kantor Polrestabes Medan. Mereka ditangkap oleh kepolisian saat melakukan tugas reportasenya, meskipun mereka sudah menunjukkan surat tugas kepada masyarakat dan kepolisian saat peliputan. Namun pihak kepolisian tidak menanggapi dengan baik dan tetap menahan mereka. “Kami ditangkap Wa, udah kami tunjukkan surat tugas tapi gak percaya orang itu, cepatlah kesini Wa, udah mau geger otak aku.” ucap Fadel Muhammad Harahap melalui telephon genggam sebelum akhirnya ketahuan oleh polisi dan putus komunikasi.
Pernyataan Sikap
Kami atas nama LPM Manifest Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember menyatakan sikap sebagai bentuk keprihatinan dan kepedulian sebagai sesama mahasiswa menyatakan beberapa sikap dan tuntutan:
- Mengajak segenap persma dan mahasiswa seluruh Indonesia untuk ikut mengawal masalah yang menimpa teman kita Fadel dan Fikri dari ITM serta Mansen Siahaan dari USU sampai selesai dan mendapatkan hak-haknya kembali.
- Mengecam tindakan Polrestabes Medan yang tidak menghargai kebebasan pers dan fungsinya sebagai pelindung dan pengayom masyarakat.
- Menuntut pihak Polrestabes Medan untuk meminta maaf kepada LPM BOM ITM dan mahasiswa USU.
- Membebaskan Fadel dan Fikri dari ITM serta Mansen Siahaan dari USU.
- Menuntut pihak yang berwajib untuk memberikan hak pendampingan kepada Fadel dan Fikri dari ITM serta Mansen Siahaan dari USU seperti pada Undang-Undang no. 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.
- Meminta pihak Kemenristekdikti untuk tidak menutup mata dan ikut menyelasaikan permasalahan yang menimpa Fadel dan Fikri dari ITM serta Mansen Siahaan dari USU sampai selesai dan mendapatkan hak-haknya.
Narahubung:
Amien Rosyadi, Pemimpin Umum LPM Manifest (081334041380).