Judul Film : Rayuan Pulau Palsu : The Fake Island
Produser : Randy Hernando
Sutradara : Rudi Purwo Saputro
Durasi : 59 menit 02 detik
Produksi : Watchdoc
Film dokumenter ini merupakan film yang mendokumentasikan segala macam kisruh dan peliknya reklamasi Pulau G pantai utara Jakarta. Para nelayan dan warga Muara Angke melawan raksasa properti yang menginginkan reklamasi demi profit pribadi. Seperti yang tertulis dalam sinopsis film ini, nelayan Jakarta berhadapan dengan kekuatan pemodal yang melakukan ekspansi properti lewat reklamasi. Janji-janji disebarkan, mulai dari lingkungan yang lestari hingga kesejahteraan nelayan. Benarkah ? Ataukah itu hanya rayuan pulau palsu ?
Diawali dengan cuplikan video pernyataan Presiden Jokowi serta wakilnya Jusuf Kalla pada tanggal 22 juli 2014 di teluk Jakarta. Diatas sebuah kapal laut dia mengatakan, “ kita telah terlalu lama memunggungi laut, memunggungi samudra, dan memunggungi selat dan teluk. Ini saatnya kita mengembalikan semuanya, sehingga Jalasveva Jayamahe. Di laut justru kita jaya”.
Selanjutntya film ini menampilkan kisah hidup dari seorang nelayan bernama Ilyas dan saepudin. Mereka menerangkan keadaan nelayan Muara Angke sebelum dan sesudah adanya reklamasi. “Minim itu saya dapat 20 kilo, waktu sebelumnya ada reklamasi,” kata Ilyas. Menurutnya setelah proyek reklamasi berjalan penghasilan para nelayan mulai menurun drastis.
Sedangkan Saepudin menjelaskan bahwa warga Muara Angke tidak ada yang tahu tentang adanya rencana reklamasi dari Pulau G. “Ini semua (warga, red) Muara Angke belom ada yang tau, taunya pun dari RW waktu ada forum silaturahmi untuk makan-makan,” tambahnya. Saat ia akan memasang spanduk penolakan reklamasi, dia dilarang oleh oknum tertentu. “saya pasang spanduk aja gak boleh oleh oknum aparat.” Ungkap Saepudin. Terdapat pula cuplikan video yang menggambarkan keindahan Pluit City yang nantinya akan dibangun di Pulau G, tanpa sedikit pun menampilkan peliknya permasalahan nelayan di sekitarnya.
Film ini menggambarkan dengan baik kontradiksi yang terjadi antara nelayan yang mendukung dengan nelayan yang menolak reklamasi. “Karena negara Indonesia adalah negara demokrasi bukan intimidasi, kami keluarga besar nelayan Muara Angke menyatakan sikap untuk mendukung program reklamasi dari pemerintah.” Ungkap salah satu nelayan yang setuju proyek reklamasi tetap berjalan.
Mereka menilai Pemprov DKI Jakarta telah memberikan perhatian lebih kepada nelayan Muara Angke. Bentuk perhatian pemerintah berupa rumah rusun bagi nelayan, pembangunan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang cukup memadai, serta berbagai fasilitas lainnya.
Di lain pihak, demo juga dilakukan nelayan Muara Angke yang menolak proyek reklamasi teluk Jakarta. “Kami dengan keras menolak reklamasi.” Teriak salah satu koordinator demonstran. Para nelayan ini berpendapat proyek ini hanya akan menguntungkan pihak investor. Apabila proyek ini tetap berjalan, mereka beranggapan laut akan rusak dan mereka tidak dapat menangkap ikan kembali.
Pada bagian akhir film, terdapat pula kilasan berita tentang kasus suap yang menimpa Sanusi (Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta 2014-2019) oleh Presiden Direktur Agung Podomoro Land dalam kasus Raperda Reklamasi teluk Jakarta. Proyek reklamasi Pulau G pada akhirnya di berhentikan sementara oleh pemerintah dan kemenangan nelayan ini dirayakan dengan melakukan aksi penyegelan di Pulau G oleh masyarakat Muara Angke. []