Skip to content
Menu
LPM Manifest FTP UNEJ
  • Berita
    • UKM
    • Kampus
    • Jember
  • Feature
  • Fotografi
  • Ilustrasi
  • Sastra
  • Serat
  • Press Release
LPM Manifest FTP UNEJ

Isu LGBT di Lingkup TNI-Polri : Refleksi Tidak Adanya UU yang Berlaku

November 7, 2020 by manifest

Seorang eks-brigadir di Jawa Tengah mungkin jadi aparat penegak hukum pertama yang dipecat gara-gara orientasi seksualnya. Oknum bekas aparat itu menuntut keadilan dengan menggugat Kepolisian Jawa Tengah atas dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Brigadir dengan inisial TT tersebut merasa tidak bersalah selama bertugas karena dirinya mengaku tidak pernah menerima suap maupun pelanggaran disiplin serius lainnya yang dapat membuat anggota kepolisian bisa dipecat secara tidak hormat.

Dilansir dari The Jakarta Post, Brigadir TT dipecat seusai mengaku sebagai homoseksual. Serta merta lembaga yang menaungi TT bekerja dengan cepat langsung “memvonis” TT melanggar tugas sebagai aparat penegak hukum, yaitu seorang anggota Polri yang semestinya wajib melindungi citra dan reputasi institusi. Termasuk menaati norma-norma agama, kesusilaan dan nilai kearifan lokal.

Kasus pemecatan aparat negara tidak berhenti pada Brigadir TT. Tetapi kasus tersebut seperti menjadi triger atau pemicu fenomenal. Muncul pemecatan serupa yang tentu juga secara tidak hormat, kian gencar terjadi. Sebagai dampak langsung dari pidato “Anti-LGBT di tubuh TNI-Polri” dari Ketua Kamar Militer Mahkamah Agung Mayjen Burhan Dahlan. Dua hari setelah pidato, seorang tentara di Semarang dipecat dan dipenjara karena ketahuan homoseksual. Dan yang terbaru, pada tanggal 20 Oktober 2020, marak kasus hukuman “non-job” pada brigjen polisi berinisial EP dengan kasus yang sama. Akibatnya, sang brigjen tidak diberi jabatan sampai purna.

Pemantik utama Burhan mengeluarkan pidato tersebut dipicu setelah adanya protes pimpinan TNI AD. Menurut Burhan, sang pimpinan TNI AD tersebut marah besar karena majelis hakim pengadilan militer sepanjang tahun lalu membebaskan 20 tentara gay yang disidang. Burhan mengklarifikasi bahwa si pimpinan ini khawatir sebab adanya klaim bahwa sudah ada “kelompok persatuan LGBT TNI-Polri” yang dipimpin seorang sersan. Sebenarnya, tindakan pembebasan 20 tentara gay tersebut tidak cacat hukum, sebab memang tidak ada pasal yang bisa menjerat tentara atau WNI lantaran orientasi seksualnya.

Dengan sederet kasus-kasus tersebut, timbul sebuah pertanyaan. Apakah tepat jika TNI-Polri menerapkan homofobia terhadap anggota maupun calon anggota? Pengamat Militer dari Universitas Padjadjaran, Profesor Muradi menyebut wajar jika pihak TNI-Polri melakukan pemecatan terhadap pelaku LGBT di lingkungannya. Sebab, sedari awal telah ada perjanjian tertulis bahwa prajurit wajib mempunyai keinginan seksual tunggal. Dalam hal ini laki-laki menyukai perempuan, dan sebaliknya.

Beliau menerangkan bahwa semenjak awal pendaftaran tantama, bintara, sampai perwira ada cek soal seksualitas. Di soal tersebut terdapat suatu perjanjian antara si calon personel. Jadi ketika mereka terbukti menyimpang dan melanggar perjanjian awal, maka wajar jika diberi konsekuensi, entah dipecat atau sebagainya.

Ada dua faktor mengapa aparat negara berorinteasi seksual LGBT. Bisa jadi, pada awalnya calon aparat tersebut memang sudah gay atau lesbian, entah asli dari gen atau hal lain, namun tidak ditelusuri lebih mendalam oleh penyeleksi terkait ketertarikan seksual calon anggota yang bersangkutan. Yang kedua, adanya pergaulan di lingkungan TNI-Polri dan kondisi tertentu lainnya.

Terdapat kondisi tertentu yang dapat orang menjadi homoseksual. Contohnya, jika seorang laki-laki terlalu lama berkumpul dengan laki-laki dan jarang sekali melihat ataupun bertemu perempuan, dapat membuat laki-laki tersebut menjadi gay. Seperti yang kita tahu, anggota TNI-Polri dari pendidikan sampai bertugas, acap kali bertemu dengan sesama jenis dalam tempo waktu yang cukup lama.

Namun yang jadi masalah, tidak adanya dasar hukum baik dari negara, maupun hukum militer yang terang-terangan memvonis bahwa perilaku LGBT itu salah. Praktis hanya Aceh yang menyatakan homoseksual itu ilegal. Kondisi ini dapat membuat kaum LGBT mendapat perlakuan diskrimantif secara hukum negara maupun hukum sosial. Di kalangan sipil, kasus penggerebekan acara pesta LGBT biasanya memakai pasal pornografi. Untuk di kalangan militer, biasanya menggunakan KUHP Militer Pasal 103 yang mengatakan prajurit dapat dihukum apabila membangkang atau tidak menaati perintah dinas. Namun penggunaan pasal ini tidak menjelaskan hukuman apa yang harus diberikan. Jadi, hukumannya tergantung dari atasan, ada yang memutuskan pemecatan, penjara, atau hal lainnya seenaknya atasan.

Rasanya perlu adanya Undang-undang negara maupun militer yang mengatur isu LGBT ini. Sebaiknya, UU tersebut bukan mengisyaratkan pro atau kontra terhadap perilaku LGBT, namun lebih kepada jaminan hak asasi manusia terhadap kaum LGBT. Jika dirasa perilaku LGBT itu salah, baiknya hukuman tetap dijatuhkan namun tetap memerhatikan hak asasi mereka di mata hukum maupun sosial berkat UU tersebut.

Dengan begitu, ada hukum dan sanksi yang jelas terhadap warga negara maupun aparat militer terkait perilaku LGBT. Jadi jika ada anggota aparat yang terbukti sebagai homoseksual, hukuman yang dijatuhkan tidak seenaknya diberikan dari atasan, namun sudah tertuang di UU Militer.

Penulis: Fabby Nidufias Daraja

Ilustrator: Alvina Nur Asmy

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Recent Posts

  • Seruan Aksi Turun Jalan, 4 Tuntutan Aliansi BEM Se-Jember dan Suara Mahasiswa di DPRD Jember
  • Noda Dosen di Cincin Mahasiswa
  • 14 Tuntutan Front Pelajar dan Mahasiswa Papua Jember di Aksi Damai Tolak Pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB)
  • Tentang Gender : Hak Laki-Laki dan Perempuan yang Adil dan Berimbang
  • PERNYATAAN SIKAP LPM MANIFEST FTP UJ

Archives

  • April 2022
  • March 2022
  • July 2021
  • May 2021
  • April 2021
  • March 2021
  • February 2021
  • January 2021
  • December 2020
  • November 2020
  • October 2020
  • September 2020
  • August 2020
  • July 2020
  • June 2020
  • May 2020
  • April 2020
  • March 2020
  • February 2020
  • January 2020
  • December 2019
  • November 2019
  • October 2019
  • September 2019
  • August 2019
  • July 2019
  • June 2019
  • May 2019
  • April 2019
  • March 2019
  • February 2019
  • January 2019
  • December 2018
  • November 2018
  • October 2018
  • September 2018
  • August 2018
  • July 2018
  • June 2018
  • May 2018
  • April 2018
  • March 2018
  • February 2018
  • January 2018
  • December 2017
  • November 2017
  • October 2017
  • September 2017
  • August 2017
  • July 2017
  • June 2017
  • May 2017
  • April 2017
  • March 2017
  • February 2017
  • January 2017
  • December 2016
  • November 2016
  • October 2016
  • September 2016
  • August 2016
  • July 2016
  • June 2016
  • May 2016
  • April 2016
  • March 2016
  • February 2016
  • January 2016
  • December 2015
  • November 2015
  • October 2015
  • September 2015
  • August 2015
  • June 2015
  • May 2015
  • April 2015
  • November 2014
  • October 2014
  • September 2014
  • April 2014
  • March 2014
  • January 2014
  • December 2013
  • November 2013
  • October 2013
  • August 2013
  • July 2013
  • June 2013
  • April 2013
  • February 2013
  • March 2012

Categories

  • Berita
  • Catatan Perjalanan
  • Fotografi
  • Ilustrasi
  • Infografis
  • Jember
  • Kampus
  • PENITI
  • Press Release
  • Sastra
  • Serat
  • Tak Berkategori
  • UKM
  • Uncategorized
©2022 LPM Manifest FTP UNEJ | Powered by WordPress and Superb Themes!