JEMBER, Manifest – Kasus pembunuhan wartawan Harian Bernas, Fuad Muhammad Syarifudin (Udin) belum juga diselesaikan oleh kepolisian. Kasus tersebut sudah terjadi 20 tahun, tepat pada Selasa (16/17) kemarin. Pernyataan yang diberikan kepolisian terhadap Dwi Sumaji sebagai tersangka terkait masalah pribadi dalam pembunuhan tidak bisa diterima di Pengadilan Negeri Bantul dan sampai sekarang pembunuh Udin masih belum bisa ditemukan.

Udin dianiaya oleh orang tidak dikenal pada 13 Agustus 1996 hingga mengalami koma, kemudian meninggal. Udin diduga dibunuh karena aktivitasnya sebagai jurnalis yang sering memberitakan isu korupsi di lingkaran pejabat Kabupaten Bantul, yang saat itu dipimpin oleh Bupati Sri Roso Sudarmo.

Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) menuntut Kapolri Tito Karnavian mengutamakan penuntasan kasus Udin pada Selasa (16/17). “20 tahun kasus Udin belum berhasil diungkap oleh kepolisian, ini merupakan sebuah kelemahan penegakan hukum di Indonesia. 20 tahun merupakan waktu yang sangat panjang bagi kepolisian untuk mengungkap pembunuhan terhadap jurnalis Udin,” ungkap Abdus Somad, Sekretaris Jenderal (Sekjend) Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Nasional. Abdus Somad mengatakan bahwa PPMI akan ikut mengawal kasus Udin. Ketidakseriusan kepolisian dalam menuntaskan kasus pembunuhan Udin juga akan mengacam pelanggaran kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di negeri ini.

Tidak jauh berbeda dengan kasus wartawan Udin, kasus yang terjadi di pers mahasiswa juga belum menemukan jalan terang. PPMI mencatat sejak Januari 2013 sampai Mei 2016, dari 64 pers mahasiswa di berbagai daerah yang tercatat, 47 pers mahasiswa mengalami kekerasan sedangkan 17 pers mahasiswa tidak mengalami kekerasan. Kasus pelanggaran kebebasan pers di ranah kampus yang paling banyak adalah kasus intimidasi, kemudian pembredelan, pelecehan, semuanya tercatat sejumlah 72 kasus dari 47 pers mahasiswa.

Sekjend PPMI Kota Jember, Joko Cahyono mengungkapkan bahwa kasus-kasus yang terjadi pers mahasiswa kebanyakan dari birokrat kampus sendiri dan hampir semua kasus di pers mahasiswa tidak dapat selesai sampai tuntas. Hampir sama seperti kasus Udin yang dibiarkan terbengkalai, kasus di pers mahasiswa dibiarkan menggantung oleh birokrasi kampus. “Kasus di persma tidak berkembang karena tidak ada tindakan dari birokrasi jadi nggantung.” Tambahnya. []